Siluet Kisah
TULALIT....tulalit
!!!!!!!! Satu pesan telah menyadarkanku dari mimpi. Langsung kuraih hape yang
tak jauh dari tempatku tidur. Kupelototi layarnya ternyata nomor baru. Dan
alangkah terkejutnya aku baca tulisan yang berderet di layar. Cowok yang slalu
ada di pikirku tiba – tiba SMS. Sebenarnya kita udah kenal sejak dulu tapi gak
pernah ngobrol. Kubalas SMS dari Ryan, gak berapa lama dia balas. Aku dan Ryan
saling tanya satu sama lain. Aku dan Ryan jadi sering SMS-an, kadang dia telpon
hanya sekedar ngobrol.
Suatu sore yang cerah.......
“Nisa,kenapa
diem aja?” , Ryan menyadarkanku dari lamunan.
“Ech....gak
kenapa – kenapa kok.” , jawabku kikuk
karena baru kali ini maen bareng Ryan. Biarpun udah kenal lama tapi baru kali
ini aku ngobrol lanasung dengannya.
“Gimana
pensinya kemaren?” , basa – basi kutanya sekedar memecah kebisuan.
“
Yah....biasa aja, abis lagunya gak asyik.” , balas Ryan sambil lihatin aku. Aku
jadi kikuk karena dia lihatin aku terus.
Saat mataku
bertemu dengan matanya, jantung ini berdetak dengan kencangnya. Tiba – tiba dia
raih tanganku. Memainkan jemariku sambil ngobrol.
“Pulang yuuk?
Udah mau maghrib neh.” , ajakku pada Ryan.
“Iya.” ,
jawabnya singkat dan langsung ngambil motor.
PAGI ini
begitu cerah. Burung berkicau seolah menyenandungkan lagu yang indah. Dan awan
pun berarak dengan teratur. Suasana yang mendukung buat beraktivitas. Menuntut
ilmu buat menyambut masa depan.
“Ciieee.....yang
lagi kasmaran dari tadi senyam – senyum sendiri.” , goda Dewi yang tiba – tiba
nongol di depanku.
“Echhhh,gak
kok. Apaan sich Dew bikin gosip aja.” , kujawab dengan penuh malu.
“Gak salah!!!
Alah ngaku aja lagi mikirin Ryan.” , goda Tuti juga sambil nyengir ngelihatin
giginya yang putih.
“Aku dan Ryan
itu Cuma temenan, gak lebih.” , jawabku agak kesal. Sebenarnya rasa ini ada di
hati tapi slalu kutepis karena aku pengen mikirin sekolah dulu. Aku gak pengen
pacaran dulu sebelum lulus SMA, itu komitmenku.
Dan bel
pulang berbunyi. Aku dan kedua sahabatku, Dewi dan Tuti langsung membereskan
alat tulis dan segera pulang. Di jalan kita bertiga bercanda bareng sambil
ngelihatin cowok – cowok yang tampangnya sedap dipandang. Hitung – hitung buat
melekin neh mata.
Biarpun beda
sekolah. Aku di SMA dan Ryan di SMK, karena gak pengen nerusin. Makanya dia
pilih di SMK ngambil jurusan pertanian. Itu semua gak membuat kita jauh. Malah
sering ketemu. Kadang aku ikut ke sekolahnya buat bantuin nyirami anggrek kalo
pas jadwalnya Ryan. Kadang dia nemenin aku ke warnet buat ngerjain tugas. Pertemuan
yang terlalu sering membuat kita gak sadar kalo kita sama – sama suka. Karena
sebelum rasa rindu itu hadir kita udah bertemu.
“Gimana ntar
malam?” , tanya Ray, sahabatku yang beda sekolah.
“Ya jadi lah,
mask gak jadi.” , sahut Tuti dengan muka penuh serius sambil jempolnya mijitin
keypad.
“Apaan sich?”
, Dewi yang belum ngeh ikut nimbrung.
“Ntar malam
ngumpul di rumahku ya?” , kukedipkan mataku buat kasih isyarat pada Ray dan
Dewi. Dewi hanya menganggukkan kepala dan mengiyakan.
Malam pun
tiba, kami berempat ngumpul di rumahku. Setelah semua siap, langsung kuambil
kue dan nyanyiin lagu ultah, disusul Ray dan Tuti. Dewi baru sadar ternyata
kami ngumpul buat kasih surprise ke dia. Pesta pun digelar, kami berjingkrak –
jingkrak dengan penuh tawa diiringi lagu nge-hitz. Tiba – tiba badanku
bergetar. Kuambil hape yang ada di saku, SMS Ryan. Besok Ryan ngajakin jalan –
jalan.
“Nisa, aku
jemput kamu di sekolahmu ya?” , suara di seberang terdengar pelan dan penuh
harap.
“Gak usah!!!
Ntar temen – temen pada tahu.” , jawabku lirih karena takut kedengeran dan
kepergok aku lagi telpon – telponan sama Ryan.
“Ya udah,
kita ketemuan di tempat biasa.” , balasnya penuh kekecewaan.
Aku pun pergi
ke tempat biasa aku dan Ryan ketemuan. Ryan udah ada di sana. Kita jalan –
jalan menghabiskan waktu berdua. Tertawa dan bercanda penuh kemesraan.
KULALUI hari – hari bersama Ryan. Tanpa
kusadari hampir tiga tahun kita bersama. Akhir kelas tiga, aku dan Ryan sama –
sama sibuk. Banyak kegiatan yang menyita waktu dan nguras tenaga. Les ini itu
sampe sore buat ngadepin ujian. Sama – sama sibuk membuat kita jarang ketemuan
tapi komunikasi masih lancar. Aku berencana kuliah dan Ryan bekerja di Luar
Jawa setelah lulus.
Ujian berlalu. Entah kenapa, sikap Ryan
akhir – akhir ini . Memang gak parah berubahnya, cuma tetap aja bikin sebel.
Padahal dia tahu kalo kita pernah berjanji untuk saling memahami sebagai
sahabat dan gak pacaran dulu sebelum lulus SMA. Meski dekat, sejauh ini
hubungan kita masih sebatas teman. Gak lebih. Apalagi sampe Ryan secara terbuka
mengungkapkan perasaan padaku. Belum pernah, tuh.
“LULUS......!!!!!!!!!!!!!!!!” , semua
berteriak menyambut kelulusan. Seperti udah tradisi, seragam pada diwarnain.
Tak ketinggalan dengan diriku ‘n the gank. Setelah lulus, aku sibuk nyari
bangku kuliah. Di sela kesibukanku, Ryan ngajakin jalan – jalan. Kita mampir
jajan. Aku kaget, sungguh kaget. Ryan mengungkapkan perasaannya. Dan kujawab,
akhirnya mata itu kembali bersinar. Kulihat di matanya ada cinta yang tulus.
“Makasih
ya Nisa, kamu udah nrima aku.” , dengan tatapan penuh sayang kata itu keluar
dari bibirnya.
Seakan
tak ingin melewatkan dan menyia – nyiakan hari, aku dan Ryan sering
menghabiskan hari bersama. Entah cuma ngobrol, jajan, ke warnet, pokoknya
bareng. Karena sebentar lagi Ryan mau pergi jauh.
Kepergian
Ryan membuatku begitu kesepian. Biasanya bercanda bareng tapi kini udah gak
bisa. Iseng – iseng kubaca novel yang berjudul “Siluet Senja” karya Ria dan
Hafidz buat ngusir kebosananku.
“Lagi
baca apa mbak?” , Tuti ngagetin aku yang lagi serius baca novel.
“Iseng
aja abis gak ada kerjaan.” , mataku masih betah melototin huruf – huruf yang
ada di buku itu.
“Ciieee....yang
lagi ditinggal sang kekasih!” , goda Tuti dengan nada genit.
“Apaan sich ganggu aja.” , jawabku
dengan pura – pura marah.
“Alaaaahhh.....gitu
aja mukanya ditekuk.” , rayu Tuti yang ngira aku marah.
Aku
masih asyik dengan duniaku. Kubaca novel itu sampai selesai. Airmataku menetes
dan aku sadar kalo selama ini banyak dosa yang kuperbuat. Membuang – buang
waktu dengan hal yang gak ada manfaatnya.
SETELAH
membaca novel itu, aku jadi rajin ikut kajian Islam. Belajar memahami Islam
dengan sebenar – benarnya. Dan mulai memakai jilbab biarpun belum serapi para
jilbaber.
Aku
mulai menjauh dari Ryan. SMS dan telpon Ryan hanya kubalas seperlunya. Ryan
jadi bingung dengan perubahanku. Dan mulai bertanya – tanya ada apa dengan
diriku kini. Aku ingin menjelaskan semua ini pada Ryan. Bahwa cinta yang kita
jalani hanyalah cinta semu. Ada cinta
yang abadi dan lebih suci yaitu cinta Ilahi. Tapi aku bingung gimana caranya
dan harus mulai dari mana buat menceritakan semuanya.
Tokk...tokk...tokk!!!!!!!!! Suara ketukan
pintu membuyarkan lamunanku. Aku bergegas membuka pintu. Dan ternyata Pak Pos
mengantarkan surat. Kubaca pengirimnya, tertera nama Ryan. Usai sholat, kubuka
dan kubaca surat itu.
Dearest Nisa,
Aku berusaha untuk memahamimu. Tapi aku tak
pernah bisa. Aku butuh pelita bagi cintaku yang hampir beku. Aku sungguh
bingung dengan perubahanmu. Bila memang ada cinta lain diantara kita, aku
mengalah. Aku butuh jawab, dan kumohon jangan siksa aku seperti ini. Doa
kubingkiskan untukmu dan sematkanlah secuil doa bagi jiwa yang rapuh ini.
Ryan,
(yang slalu mencintaimu dengan ketulusan)
Kulipat surat itu dengan penuh doa dan
airmata yang membasahi pipiku. Seperti ada rasa tak tega buat mengatakan yang
sebenarnya. Tapi kucoba untuk kuat karena aku gak ingin jadi lemah. Kukukuhkan
hatiku bahwa hanya cinta Ilahi yang abadi dan suci. Tegas kukatakan inilah yang
terbaik.
Segera kubalas surat dari Ryan karena aku
gak ingin Ryan salah paham dengan semua ini. Aku ingin mengakhiri cinta yang
kujalin dengan Ryan. Aku ingin Ryan juga seperti diriku. Mengerti dan belajar
hakikat cinta yang sebenarnya.
Untuk Ryan,
(yang
bingung akan perubahanku)
Sebelumnya aku meminta maaf atas semua
kesalahpahaman yang terjadi diantara kita. Sungguh tidak ada laki – laki lain
di sini seperti yang kamu tuduhkan padaku. Yang ada hanyalah cinta yang lain.
Cinta yang abadi dan suci, yang tidak berlumur dengan nafsu semata. Yaitu cinta
kepada Ilahi.
Cinta yang pernah kita jalin dan rasakan
adalah cinta semu yang ternoda. Jangan pernah menyesali apa yang telah menjadi
keputusanku. Dan janganpernah mengingkari apa yang kau rasakan tentangku.
Yakinlah, bila memang kita berjodoh, Allah akan diantara kita, itulah yang
terbaik bagi kita.
Maafkan aku tak bisa menjadi pelita bagi
cintamu yang hampir beku. Karena aku tak ingin terus mengecap cinta semu ini.
Aku ingin cita yang lebih agung dan indah. Karena cinta kepada Ilahi tidak
berlumur nafsu dan tidak pernah mati. Ia akan abadi dan tidak pernah merasakan
sakit.
Dariku,
(yang
belajar menjadi lebih baik)
Dengan penuh linangan airmata,
kulipat surat itu dan kumasukkan ke dalam amplop. Biarlah siluet kisah ini
menjadi kenangan untuk belajar memaknai cinta. Dan menjadi awal dari hidupku
yang lebih baik dan penuh cinta Ilahi. Ya Allah, bimbing aku untuk terus
berusaha menjadi manusia yang penuh ketakwaan. Juga jaga hatiku, biarlah hatiku
hanya merasakan cinta-Mu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar