Senin, 09 Desember 2013

Puja Mandala

PUJA MANDALA

Di Puja Mandala terdapat lima tempat ibadah dari agama yang diakui di Indonesia, yaitu agama Islam, Katholik, Budha, Protestan dan Hindu. Uniknya, bangunan tersebut berdiri berdampingan. Bagi yang baru mengetahui memang terdengar asing akan tetapi berbeda dengan penduduk Desa Bualu yang hampir setiap hari menyaksikan kegiatan keagamaan dari masing-masing agama yang tentunya berbeda-beda. Bahkan, kegiatan-kegiatan itu terjadi bersamaan. Namun, mereka berusaha bersikap saling menghormati, agar kerukunan tetap terjaga. Biasanya, untuk acara-acara atau kegiatan-kegiatan, mereka meminta izin terlebih dahulu pada pihak agama lain.
Berawal dari keinginan umat Islam untuk mendirikan masjid di Nusa Dua. Namun, karena izin sulit didapatkan dengan alasan tidak memenuhi syarat pendirian bangunan ibadah yang harus mempunyai 500 KK pemeluk agama tempat ibadah yang hendak didirikan, keinginan itu belum dapat dilaksanakan. Kemudian, pihak MUI bersama Yayasan Ibnu Batutah datang ke Jakarta untuk meminta persetujuan. Akhirnya, ada inisiatif dari Menteri Parpostel, yang saat itu dipegang oleh Joop Ave, untuk membangun tempat ibadah kelima agama di satu komplek. Ide ini didapat atas dasar keinginan presiden Soeharto yang menginginkan adanya tempat ibadah kelima agama yang berdiri di satu tempat, sebagai miniatur kerukunan hidup beragama.
Puja Mandala Nusa Dua mulai dibangun tahun 1994 atas bantuan PT. BTDC (Bali Tourism Development Centre) yang memberikan bantuan tanah untuk membangun kelima tempat ibadah tersebut. Tanah itu dibagi sama luas dan besarnya. Selanjutnya, Untuk pendirian bangunan diserahkan sepenuhnya oleh umat masing-masing agama, dengan aturan pendirian bangunan tersebut harus sama tingginya.
Tahun 1997, Puja Mandala Nusa Dua secara resmi disahkan oleh Menteri Agama Bapak Tarmidzi Taher. Saat itu hanya Gereja Bunda Maria Segala Bangsa (Katholik), Jemaat Bukit Doa (Protestan) dan Masjid Ibnu Batutah yang sudah selesai pembangunannya. Sedangkan, Wihara Budhina Guna (Budha) baru selesai pembangunannya pada tahun 2003.
Di sekitar komplek banyak terdapat ruko, toko, dan warung-warung. Dalam jarak satu kilometer dari komplek Puja Mandala, Nusa Dua, terdapat komplek perumahan. Satu kilometer ke arah atas, terdapat perumahan Puri Campial, Pondok Campial, dan Campial Indah, sedangkan satu kilometer ke bawah terdapat perumahan Bualu Indah 2. Dengan suasana perbukitan yang sejuk semakin menambah keindahan komplek tersebut.
Tujuan dari pendirian tempat ibadah ini merupakan percontohan miniatur kerukunan hidup bersama. Keunikan yang baru satu-satunya di Indonesia ini merupakan kawasan yang dianggap sebagai contoh kerukunan umat beragama di Indonesia dan menjadi tempat wisata yang sangat diminati, baik oleh wisatawan asing ataupun domestik.

Rabu, 24 April 2013

hukum internasional


Hukum Internasional

A.   Sistem Hukum Internasional
Hukum internasional merupakan hukum bangsa-bangsa yang dilakukan oleh suatu negara atau bangsa dalam mengadakan hubungan dengan negara lain agar terjalin kerja sama yang baik dan saling menguntungkan.cd
1.      Sejarah Hukum Internasional
Hukum Internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat Internasional yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebagai titik saat lahirnya negara-negara nasional yang modern biasanya diambil saat ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun di Eropa.
Zaman dahulu kala sudah terdapat ketentuan yang mengatur, hubungan antara raja-raja atau bangsa-bangsa:
Dalam lingkungan kebudayaan India Kuno telah terdapat kaedah dan lembaga hukum yang mengatur hubungan antar kasta, suku-suku bangsa dan raja-raja yang diatur oleh adat kebiasaan. Menurut Bannerjce, adat kebiasaan yang mengatur hubungan antara raja-raja dinamakan Desa Dharma. Pujangga yang terkenal pada saat itu Kautilya atau Chanakya.Penulis buku Artha Sastra Gautamasutra salah satu karya abad VI SM di bidang hukum.
Kebudayaan Yahudi
Dalam hukum kuno mereka antara lain Kitab Perjanjian Lama, mengenal ketentuan mengenai perjanjian, diperlakukan terhadap orang asing dan cara melakukan perang.Dalam hukum perang masih dibedakan (dalam hukum perang Yahudi ini) perlakuan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan, sehingga diperbolehkan diadakan penyimpangan ketentuan perang.
Lingkungan kebudayaan Yunani. Hidup dalam negara-negara kita.Menurut hukum negara kota penduduk digolongkan dalam 2 golongan yaitu orang Yunani dan orang luar yang dianggap sebagai orang biadab (barbar). Masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan mengenai perwasitan (arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat perkembangannya.
Sumbangan yang berharga untuk Hukum Internasional waktu itu ialah konsep hukum alam yaitu hukum yang berlaku secara mutlak dimanapun juga dan yang berasal dari rasion atau akal manusia.
Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan tidak mengalami perkembangan yang pesat pada zaman Romawi. Karena masyarakat dunia merupakan satu imperium yaitu imperium roma yang menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan Romawi. Sehingga tidak ada tempat bagi kerajaan-kerajaan yang terpisah dan dengan sendirinya tidak ada pula tempat bagi hukum bangsa-bangsa yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan. Hukum Romawi telah menyumbangkan banyak sekali asas atau konsep yang kemudian diterima dalam hukum Internasional ialah konsep seperti occupatio servitut dan bona fides. Juga asas “pacta sunt servanda” merupakan warisan kebudayaan Romawi yang berharga.
Abad pertengahan
Selama abad pertengahan dunia Barat dikuasai oleh satu sistem feodal yang berpuncak pada kaisar sedangkan kehidupan gereja berpuncak pada Paus sebagai Kepala Gereja Katolik Roma. Masyarakat Eropa waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa negara yang berdaulat dan Tahta Suci, kemudian sebagai pewaris kebudayaan Romawi dan Yunani.
Di samping masyarakat Eropa Barat, pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar lain yang termasuk lingkungan kebudayaan yang berlaianan yaitu Kekaisaran Byzantium dan Dunia Islam. Kekaisaran Byzantium sedang menurun mempraktikan diplomasi untuk mempertahankan supremasinya. Oleh karenanya praktik Diplomasi sebagai sumbangan yang terpenting dalam perkembangan Hukum Internasional dan Dunia Islam terletak di bidang Hukum Perang.
Perjanjian Westphalia
Perjanjian Damai Westphalia terdiri dari dua perjanjian yang ditandatangani di dua kota di wilayah Westphalia, yaitu di Osnabrück (15 Mei 1648) dan di Münster (24 Oktober 1648). Kedua perjanjian ini mengakhiri Perang 30 Tahun (1618-1648) yang berlangsung di Kekaisaran Suci Romawi dan Perang 80 Tahun (1568-1648) antara Spanyol dan Belanda.
Perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah Hukum Internasional modern, bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa Hukum Internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebabnya adalah :
1.      Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena perang itu di Eropa .
2.      Perjanjian perdamaian mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar Romawi yang suci.
3.      Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing.
4.      Kemerdekaan negara Belanda, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam Perjanjian Westphalia.
Perjanjian Westphalia meletakkan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan) maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya yakni pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja.
Dasar-dasar yang diletakkan dalam Perjanjian Westphalia diperteguh dalam Perjanjian Utrech yang penting artinya dilihat dari sudut politik Internasional, karena menerima asas keseimbangan kekuatan sebagai asas politik internasional.
Dalam perkembangan berikutnya, pemahaman tentang hukum internasional dapat dibedakan dalam dua (2) hal, yaitu:
v  Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan.
v  Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.
2.      Tokoh Hukum Internasional
  • Hugo Grotius mendasarkan sistem hukum Internasional atas berlakunya hukum alam. Hukum alam telah dilepaskan dari pengaruh keagamaan dan kegerejaan. Banyak didasarkan atas praktik negara dan perjanjian negara sebagai sumber Hukum Internasional disamping hukum alam yang diilhami oleh akal manusia, sehingga disebut Bapak Hukum Internasional.
  • Fransisco Vittoria biarawan Dominikan – berkebangsaan Spanyol Abad XIV menulis buku Relectio de Indis mengenai hubungan Spanyol dan Portugis dengan orang Indian di AS. Bahwa negara dalam tingkah lakunya tidak bisa bertindak sekehendak hatinya. Maka hukum bangsa-bangsa ia namakan ius intergentes.
  • Fransisco Suarez (Yesuit) menulis De legibius ae Deo legislatore (on laws and God as legislator) mengemukakan adanya suatu hukum atau kaedah obyektif yang harus dituruti oleh negara-negara dalam hubungan antara mereka.
  • Balthazer Ayala (1548-1584) dan Alberico Gentilis mendasarkan ajaran mereka atas falsafah keagamaan atau tidak ada pemisahan antara hukum, etika dan teologi.

3.      Makna dan Pengertian Hukum Internasional
Berikut merupakan beberapa pengertian hukum internasional oleh beberapa ahli hukum internasional.
a.       Menurut Grotius
Hukum internasional adalah hukum yang membahas kebiasaan-kebiasaan (custom) yang diikuti negara-negara pada zamannya.
b.      Menurut James Leslie Brierly
Hukum internasional adalah sekumpulan aturan dan asas untuk berbuat sesuatu yang mengikat negara-negara beradab di dalam hubungan mereka dengan jalan yang lain.
c.       Menurut Mochtar Kusumaatmadja
Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, yaitu antara:
·         Negara dan negara;
·         Negara dan lembaga atau organisasi internasional.
d.      Menurut Fransisco Suarez
Hukum internasional adalah hukum yang berlaku untuk seluruh manusia atas dasar hukum manusia demi kesejahteraan bersama.
e.      Menurut J.G. Starke
Hukum internasional adalah sekumpulan hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan antarnegara.
f.        Menurut Boer Maulana
Hukum internasional adalah suatu kaidah atau norma-norma yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban para subjek hukum internasional yaitu negara, lembaga dan organisasi internasional, serta individu dalam hal-hal tertentu.
g.      Menurut Wirjono Prodjodikoro
Hukum internasional adalah hukum yang mengatur perhubungan hukum antarbangsa di berbagai negara.
                        Dari definisi beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum internasional adalah seperangkat kaaidah dan prinsip tindakan ataupun tingkah laku yang mengikat negara yang berupa sistem hukum.

4.      Dasar Berlakunya Hukum Internasional
Dasar-dasar berlakunya hukum internasional dapat dilihat dari teori-teori berikut ini:
a.      Teori Hukum Alam
Hukum ideal didasarkan atas hakikat manusia sebagai makhluk yang berakal atau kesatuan kaidah-kaidah yang diilhami alam pada akal manusia.
b.      Teori Positivisme
Kekuatan mengikatnya hukum internasional pada kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional.
c.       Teori Aliran Mahzab Wina
Kekuatan mengikat hukum internasional bukan kehendak negara melainkan norma hukum yang merupakan dasar terakhir yang harus dipatuhi oleh setiap negara.
d.      Teori Aliran Mahzab Perancis
Kekuatan mengikatnya hukum internasional dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan hidup manusia.

5.      Asas Hukum Internasional

a.      Asas Teritorial
Menurut asas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya dan terhadap semua barang atau orang yang berada di wilayahnya tersebut berlaku hukum asing (internasional) sepenuhnya.
b.      Asas Kebangsaan
Asas ini berdasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya. Menurut asas ini, setiap negara di manapun juga dia berada tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya. Asas ini mempunyai kekuatan ekstritorial, artinya hukum negara tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya, walaupun ia berada di negara asing.
c.       Asas Kepentingan Umum
Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan masyarakat, dalam hal ini negara dapat  menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum, jadi hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.
d.      Asas Ex Aequo Et Bono
Asas ini untuk menetapkan keputusan oleh pengadilan internasional atas dasar keadilan dan kebaikan.

6.      Subjek Hukum Internasional

a.      Negara
Sejak lahirnya hukum Internasional, negara sudah diakui sebagai subjek hukum Internasional. Bahkan, hingga sekarang pun masih ada anggapan bahwa hukum Internasional pada hakikatnya adalah hukum antar negara.
b.      Takhta Suci (Vatikan)
Di samping negara, sejak dulu Takhta Suci (Vatikan) merupakan subjek hukum Internasional. Hal ini merupakan peninggalan sejarah masa lalu. Ketika itu, Paus bukan hanya merupakan kepala Gereja Roma, tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga sekarang, Takhta Suci mempunyai perwakilan diplomatik di banyak ibukota.
c.       Palang Merah Internasional
Palang Merah Internasional yang berkedudukan di Jenewa mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah hukum Internasional. Kedudukan PMI sebagai subjek hukum Internasional lahir karena sejarah masa lalu. Pada umumnya, PMI merupakan subjek hukum Internasional dengan ruang lingkup yang terbatas dan tak penuh.
d.      Organisasi Internasional
Kedudukan Organisasi Internasional sebagai subjek hukum Internasional pada jaman sekarang sudah tak diragukan lagi. Organisasi Internasional seperti PBB, ILO, dan lainnya mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi Internasional. Dengan demikian, PBB dan organisasi Internasional semacam itu merupakan subjek hukum Internasional.
e.      Orang Perseorangan (Individu)
Orang perseorangan juga dapat dianggap sebagai subjek hukum Internasional, meskipun dalam arti yang terbatas. Dalam perjanjian Versailles misalnya, yang mengakhiri Perang Dunia 1 antara Jerman dengan Inggris dan Perancis. Di dalamnya terdapat pasal-pasal yang memungkinkan orang perseorangan mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah Arbitrase Internasional.
f.        Pemberontak dan Pihak Dalam Sengketa (Belligerent)
Menurut hukum perang, dalam beberapa keadaan tertentu pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa. Akhir-akhir ini muncul perkembangan baru yang mirip dengan pengakuan terhadap status pihak yang bersengketa dalam perang. Contohnya Gerakan Pembebasan Palestina (PLO)

7.      Substansi Hukum Internasional
Substansi hukum internasional sangat luas, yaitu:
a.      Peraturan hukum yang berkenaan dengan negara-negara, misalnya tentang kualifikasi negara, hak dan kewajiban negara;
b.      Peraturan hukum yang berkenaan dengan persoalan antarnegara;
c.       Peraturan hukum yang berkenaan dengan organisasi internasional dan fungsinya;
d.      Peraturan hukum yang mengatur hubungan  antarorganisasi internasional;
e.      Mengatur hubungan antarindividu dengan subjek hukum bukan negara;
f.        Mengatur hubungan antarorganisasi internasional dengan individu.

8.      Sumber-Sumber Hukum Internasional
a.      Konvensi–konvensi internasional atau Perjanjian internasional (Traktat atau treaty atau Internasional Conventions)
b.      Kebiasaan – kebiasaan internasional, yaitu yang terbukti dalam praktik umum dan diterima sebagai hukum (internasional custom).
c.       Prinsip-prinsip hukum internasional yang diakui bangsa-bangsa yang beradab (general principles of law).
d.      Keputusan-keputusan hukum atau yurisprudensi
e.      Pendapat dan ajaran para ahli hukum terkemuka (doktrin)

9.      Bentuk Hukum Internasional
Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu :
a.      Hukum Internasional Regional
Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum.
b.       Hukum Internasional Khusus
Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.

10.  Sistem Ratifikasi Internasional
Sistem ratifikasi internasional pada umumnya dibedakan menjadi 3, yaitu:
a.      Ratifikasi oleh badan eksekutif
b.      Ratifikasi oleh badan legislatif
c.       Ratifikasi campuran yang meliputi:
1)      Sistem campuran yang menonjolkan lembaga lembaga eksekutif;
2)      Sistem campuran yang lebih menonjolkan lembaga legislatif.

B.   Sistem Peradilan Internasional
a. Mahkamah Internasional
Mahkamah Internasional (bahasa Inggris: International Court of Justice atau ICJ) berkedudukan di Den Haag, Belanda . Mahkamah merupakan badan kehakiman yang terpenting dalam PBB . Dewan keamanan dapat menyerahkan suatu sengketa hukum kepada mahkamah, majelis umum dan dewan keamanan dapat memohon kepada mahkamah nasihat atas persoalan hukum apa saja dan organ-organ lain dari PBB serta badan-badan khusus apabila pendapat wewenang dari majelis umum dapat meminta nasihat mengenai persoalan-persoalan hukum dalam ruang lingkup kegiatan mereka. Majelis umum telah memberikan wewenang ini kepada dewan ekonomi dan sosial, dewan perwakilan, panitia interim dari majelis umum , dan beberapa badan-badan antar pemerintah.

Sumber-sumber hukum yang digunakan apabila membuat suatu keputusan ialah :
1.  Konvensi-konvensi internasional untuk menetapkan perkara-perkara yang diakui oleh negara-negara yang sedang berselisih,
2.  Kebiasaan internasional sebagai bukti dari suatu praktik umum yang diterima    sebagai hukum,
3.   Azas-azas umum yang diakui oleh negara-negara yang mempunyai peradaban
4. Keputusan-keputusan kehakiman dan pendidikan dari publisis-publisis yang paling cakap dari berbagai negara, sebagai cara tambahan untuk menentukan peraturan-peraturan hukum

 Mahkamah dapat membuat keputusan “ex aequo et bono” (artinya : sesuai dengan apa yang dianggap adil) apabila pihak-pihak yang bersangkutan setuju…)

Mahkamah terdiri dari lima belas hakim, yang dikenal sebagai ”anggota” mahkamah. Mereka dipilih oleh majelis umum dan dewan keamanan yang mengadakan pemungutan suara secara terpisah. Hakim-hakim dipilih atas dasar kecakapan mereka, bukan atas dasar kebangsaan akan tetapi diusahakan untuk menjamin bahwa sistem-sistem hukum yang terpenting didunia diwakili oleh mahkamah. Tidak ada dua hakim yang menjadi warga negara dari negara yang sama.
  Hakim-hakim memegang jabatan selama waktu sembilan tahun dan dapat dipilih kembali mereka tidak dapat menduduki jabatan lain selama masa jabatan mereka. Semua persoalan-persoalan diputuskan menurut suatu kelebihan dari hakim-hakim yang hadir, dan jumlah sembilan merupakan quorumnya. Apabla terjadi seri, maka ketua mahkamah mempunyai suara yang menentukan.
c.       Mahkamah Pidana Internasional
Pengadilan Kriminal Internasional (bahasa Inggris: International Criminal Court/ICC) dibentuk pada 2002 sebagai sebuah “tribunal” permanen untuk menuntut individual untuk genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang, sebagaimana didefinisikan oleh beberapa persetujuan internasional, terutama Rome Statute of the International Criminal Court. ICC dirancang untuk membantu sistem yudisial nasional yang telah ada, namun pengadilan ini dapat melaksanakan yurisdiksinya bila pengadilan negara tidak mau atau tidak mampu untuk menginvestigasi atau menuntut kejahatan seperti di atas, dan menjadi “pengadilan usaha terakhir”, meninggalkan kewajiban utama untuk menjalankan yurisdiksi terhadapt kriminal tertuduh kepada negara individual.
  International Criminal Court juga disingkat sebagai ICCt untuk membedakannya dari International Chamber of Commerce. ICC berbeda dengan Pengadilan Keadilan Internasional, yang merupakan badan untuk menyelesaikan sengketa antarnegara, dan Hukum Kejahatan Perang.

C.   Penyebab Timbulnya Sengketan Internasional dan Cara Penyelesaian oleh Mahkamah Internasional
1.      Sebab-sebab timbulnya sengketa internasional:
a.      Kepentingan ideologi, politik, sosial, ekonomi, dan militer.
b.      Klaim tentang batas wilayah.
c.       Terjadinya pelanggaran imternasional tentang kepemilikan senjata nuklir, kimia, dan biologi yang dianggap mengancam keamanan internasional.
d.      Klaim atas kepemilikan pulau.
e.      Kepemilikan wilayah strategis.
f.        Perpecahan suatu bangsa karena kepentingan politik, ekonomi, sosial, dan militer.
g.      Salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dalam perjanjian internasional.
h.      Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian internasional.
i.        Perebutan sumber-sumber ekonomi.
j.        Perebutan pengaruh ekonomi, politik, atau keamanan regional dan internasional.
k.       Adanya intervensi terhadap kedaulatan Negara lain.
l.        Penghinaan terhadap harga diri bangsa.

2.      Macam-macam sengketa internasional
Berdasarkan caraa penyelesaiannya sengketa internasional dibedakan menjadi:
a.      Sengketa justisiabel (sengketa hukum)
Sengketa justisiabel adalah sengketa yang dapat diajukan ke pengandilan atas dasar hukum internasional.
b.      Sengketa nonjustisiabel (sengketa politik)
Sengketa nonjustisiabel adalah sengketa yang bukan merupakan sasaran penyelesaian pengadilan.

3.      Cara Penyelesaian Sengketa Internasional melalui Mahkamah internasional
Mahkamah Internasional adalah salah satu badan perlengkapan PBB yang berwenang mengadili perselisihan kepentingan dan perselisihan hukum antaranggota PBB.
Ada dua mekanisme penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah internasional, yaitu mekanisme normal dan khusus.
§    Mekanisme Normal:
1.      Penyerahan perjanjian khusus yng berisi tdentitas para pihak dan pokok  persoalan sengketa.
2.      Pembelaan tertulis, berisi fakta, hukum yang relevan, tambahan fakta baru, penilakan atas fakta yang disebutkan dan berisi dokumen pendukung.
3.      Presentasi pembelaan bersifat terbuka dan umum atautertutup tergantung pihak sengketa.
4.      Keputusan bersifat menyetujui dan penolakan. Kasus internasional dianggap selesai apa bila: Para pihak mencapai kesepakatan
Para pihak menarik diri dari prose persidangan Mahkamah internasional.
Mahkamah internasional telah memutus kasus tersebut berdasarkan pertimbangan dan telah dilakukan ssuai proses hukum internasional yang berlaku.
§     Mekanisme Khusus :
1.      Keberatan awal karena ada keberatan dari pihak sengketa Karen mahkamah    intrnasional dianggap tidak memiliki yusidiksi atau kewenangan atas kasus tersebut.
2.      Ketidakhadiran salah satu pihak yang bersengketa, biasanya dilakukan oleh Negara tergugat atau respondent karena menolak yuridiksi Mahkamah Internasional.
3.      Keputusan sela, untuk memberikan perlindungan terhadap subyek persidangan, supaya pihak sengketa tidak melakukan hal-hal yang mengancah efektivitas persidangan Mahkamah internasional.
4.      Beracara bersama, beberapa pihak disatukan untuk mengadakan sidang bersama karena materi sama terhadap lawan yang sama.
5.      Intervensi, mahkamah internasional memberikan hak kepada Negara lain yang tidak terlibat dalam sengketa untuk me;lakkan intervensi atas sengketa yangsedang disidangkan bahwa dengan keputusan Mahkamah internasional ada kemungkinan Negara tersebut dirugikan

Ada dua cara penyelesaian segketa internasional, yaitu secara damai dan paksa, kekerasan atau perang.
©    Penyelesaian secara damai, meliputi :
1.      Arbitrase, yaitu penyelesaian sengketa internasional dengan cara menyerahkannya kepada orang tertentu atau Arbitrator, yang dipilih secara bebas oleh mereka yang bersengketa, namun keputusannya harus sesuai dengan kepatutan dan keadilan ( ex aequo et bono).Prosedur penyelesaiannya, adalah :
a.        Masing-masing Negara yang bersengketa menunjuk dua arbitrator, satu boleh berasal dari warga negaranya sendiri.
b.      Para arbitrator tersebut memilih seorang wasit sebagai ketua dari pengadilan Arbitrase tersebut.
c.        Putusan melalui suara terbanyak.
2.      Penyelesaian Yudisial, adalah penyelesaian sengketa internasional melalui suatu pengadilan internasional dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum.
3.      Negosiasi, tidak seformal arbitrase dan Yudisial. Terlebih dahulu dilakukan konsultasi dan komunikasi agar negosiasi dapat berjalan semestinya.
Jasa-jasa baik atau mediasi, yaitu cara penyelesaian sengketa internasional dimana Negara mediator bersahabat dengan para pihak yang bersengketa, dan membantu penyelesaian sengketanya secara damai. Contoh Dewan Keamanan PBB dalam penyelesaian konplik Indonesia Belanda tahu 1947. Dalam penyelesaina dengan Jasa baik pihak ketiga menawarkan penyelesaian, tapi dalam Penyelesaian secara Mediasi, pihak mediator berperan lebih aktif dan mengarahkan pihak yang bersengketa agar penyelesaian dapat tercapai.
4.      Konsiliasi, dalam arti luas adalah penyelesaian sengketa denga bantuan Negara-negara lain atau badan-badan penyelidik dan komite-komite penasehat yang tidak berpihak. Konsiliasi dalam arti sempit, adalah suatu penyelesaian sengketa internasional melalui komisi atau komite dengan membuat laporan atau ussul penyelesaian kepada pihak sengketa dan tidak mengikat.
5.      Penyelidikan, adalah biasanya dipakai dalam perselisihan batas wilayah suatu Negara dengan menggunakan fakta-fakta untuk memperlancar perundingan.
Penyelesian PBB, Didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945 sebagai pengganti dari LBB (liga Bangsa-Bangsa), tujuan PBB adalah menyelesaikan sengketa internasional secara damai dan menghindari ancaman perang.
6.      Rujuk yaitu penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh panitia penyelidik secara kekeluargaan.
7.      Mediasi, melibatkan pihak ketiga (third party) yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Pihak ketiga dapat berupa individu atau kelompok (individual or group), negara atau kelompok negara atau organisasi internasional.
8.      Jasa-jasa baik (Good Offices) adalah cara penyelesaian sengketa melalui bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga berupaya agar para pihak yang bersengketa menyelesaikan sengketanya dengan negosiasi.

©      Penyelesaian secara pakasa, kekerasan atau perang :
a.      Perang dan tindakan bersenjata non perang, bertujuan untuk menaklukkan Negara lawan dan membebankan syarat penyelesaian kepada Negara lawan.
b.      Retorsi, adalah pembalasan dendam oleh suatu Negara terhadap tindakan – tindakan tidak pantas yang dilakukan Negara lain. Contoh menurunkan status hubungan diplomatic, atau penarika diri dari kesepakatan-kresepakatan fiscal dan bea masuk.
c.       Tindakan-tindakan pembalasan, adalah cara penyelesaian sengketa internasional yang digunakan suatu Negara untuk mengupayakan memperoleh ganti rugi dari Negara lain. Adanya pemaksaan terhadap suatu Negara.
d.      Blokade secara damai adalah tindakan yang dilakukan pada waktu damai, tapi merupakan suartu pembalasan. Misalnya permintaan ganti rugi atas pelabuhan yang di blockade oleh Negara lain.
e.      Intervensi (campur tangan),adalah campur tanagn terhadap kemerdekaan politik tertentu secara sah dan tidak melanggar hukum internasional. Contohnya :
1.      Intervensi kolektif sesuai dengan piagam PBB.
2.      Intervesi untuk melindungi hak-hak dan kepentingan warga negaranya.
3.      Pertahanan diri.
4.      Negara yang menjadi obyek intervensi dipersalahkan melakukan pelanggaran berat terhadap hukum internasional.
f.        Reprisal adalah upaya paksa yang dilakukan oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan yang tidak pantas yang dilakukan oleh negara lain.
g.      Embargo adalah larangan ekspor barang ke negara yang dikenai embargo.
Prosedur kerja Mahkamah Internasional dalam penyelesaian masalah internasional yaitu:
a)        Prosedur tertulis dan perdebatan lisan diatur sedemikian rupa sehingga untuk menjamin sepenuhnya masing-masing pihak mengemukakan pendapatnya,
b)        Sidang-sidang mahkamah terbuka untuk umum, sedangkan sidang-sidang arbitrase tertutup, 
c)        Rapat-rapat hakim mahkamah diadakan dalam sidang tertutup.

Identifikasi keputusan Mahkamah Internasional sebagai berikut:
a)        berisi komposisi mahkamah, informasi mengenai pihak-pihak yang bersengketa beserta wakil-wakilnya, analisa mengenai fakta-fakta dan argumentasi pihak-pihak yang bersengketa,
b)        penjelasan mengenai motivasi Mahkamah,
c)        berisi dispositif yaitu keputusan Mahkamah yang mengikat Negara-negara yang bersengketa dan disebutkan jumlah suara yang diperoleh melalui keputusan tersebut.

Contoh Sengketa Internasional:
Sengketa Blok Ambalat: Klaim Konsesi Minyak Indonesia-Malaysia
      Kawasan sekitar Blok East Ambalat yang saat ini ditawarkan perusahaan minyak Petronas Carigali pada investor asing karena diklaim pemerintah Malaysia berada dalam wilayahnya, sebenarnya sudah dikelola oleh Indonesia sejak lama. Bahkan beberapa blok di sekitar blok tersebut sudah dikelola sejak puluhan tahun lalu, sebagai contoh perusahaan minyak Total Indonesia telah mengelola Blok Bunyu sejak 1967, British Petroleum di Blok NE Kalimantan Offshore tahun 1970, Hadson Bunyu untuk Blok Bunyu  pada 1983, ENI Bukat untuk Blok Bukat 1988 dan Job Pertamina–Teikoku di Blok Sembakung tahun 1988. Wilayah Ambalat  saat ini sudah dieksploitasi dengan operator  sebuah perusahaan minyak dari Italia, ENI Ambalat Ltd (kontrak tertanggal 27- September 1999 s.d 2029) dengan sifat kontrak bagi hasil. Sementara  di wilayah Blok East Ambalat  dikelola oleh Unocal Ventures (kontrak tertanggal 12 Desember 2004). Sebenarnya peta konsesi minyak (Pertamina) tersebut sejak lama sudah diketahui oleh Malaysia dan dikenal sebagai  “Exercise Indonesia Rigths to Continental  Shell” tanpa ada gugatan dari pihak manapun termasuk Malaysia sendiri.
      Penawaran terhadap blok migas lain selain Blok East Ambalat telah dilakukan pemerintah Indonesia pada investor asing melalui penawaran langsung (direct offering) September 2004 antara lain: Blok Bulungan di Kalimantan Timur, Blok Nunukan di Kalimantan Timur, Blok Seruway di NAD, Blok Pandan di Sumatera Selatan, Blok barito di perbatasan antara Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Selain itu yang sudah ditawarkan adalah Blok North West Natuna di Laut Natuna, Blok Air Komering di Sumatera Selatan, Blok Belida di Sumatera Selatan, Blok East Sepanjang di Jawa Timur dan Blok Sei Nangka-Senipah di Kalimantan Timur.
Namun setelah semua blok ditawarkan pemerintah Indonesia, perusahaan Malaysia, Petronas Carigali ternyata kemudian menawarkan blok yang sama pada investor asing lain tetapi dengan menamakan wilayah kerja mereka sebagai wilayah Y (Blok ND 6) dan wilayah Z (Blok ND 7). Dengan demikian wilayah Y (Blok ND 6) menjadi tumpang tindih dengan Blok Ambalat yang telah dioperasikan oleh ENI Ambalat Ltd  dan Blok East Ambalat oleh Unocal Ventures. Sedangkan wilayah Z (Blok ND 7) adalah blok yang tumpang tindih dengan wilayah perairan Philipina di selatan karang  Frances.
Dasar klaim Malaysia terhadap wilayah perairan Ambalat didasarkan pada peta 1979 yang diterbitkan secara sepihak (unilateral) oleh Malaysia yang sekaligus telah pula mencantumkan Sipadan-Ligitan sebagai wilayah Malaysia di dalamnya dan menjadi dasar klaim kedua pulau tersebut walaupun peta 1979 tersebut telah mendapat protes baik dari Indonesia maupun beberapa negara Asia Tenggara yang berbatasan dengan Malaysia antara lain : Thailand, Vietnam, Singapura, Brunei, dan Philipina. Bahkan Indonesia telah mengajukan protes atas peta tersebut sejak tahun 1980 dan menyatakan tidak mengakui peta 1979 tersebut. Jika dilihat dari sudut juridis, maka impelemtasi hukum terhadap peta 1979  dapat dikatakan tidak ada sebab penentuan batas maritim sebagaimana yang tergambar dalam peta 1979 tersebut tidak dilaksanakan berdasar pada hukum internasional yaitu melalui perjanjian antar negara yang wilayahnya berbatasan. Dengan demikian yang ada dari penerbitan peta 1979 adalah lebih condong pada implementasi politis semata, oleh karena itu legitimasi peta 1979 ini masih dipertanyakan. 
Namun demikian  Malaysia tetap menganggap bahwa Blok Ambalat di Laut Sulawesi merupakan bagian dari wilayahnya, sebab menurut mereka Blok ND 6  dan ND 7 di laut Sulawesi itu berada dalam batas kontinen Malaysia sebagaimana tercakup dalam peta wilayah perairan dan batas kontinen Malaysia 1979. Oleh karenanya  Malaysia merasa mempunyai hak dan yuridiksi untuk  mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber-sumber alam batas kontinennya sesuai Konvensi PBB 1982 tentang Hukum Laut. Namun bila dicermati argumentasi Malaysia yang menyatakan batas kontinennya sesuai dengan UNCLOS 1982  perlu dipertanyaan mengingat Malaysia bukanlah Negara kepulauan yang bisa membuat dasar penarikan batas wilayah berdasarkan konvensi PBB tersebut.
Penyebab Sengketa Internasional di atas adalah:
a.      Klaim tentang batas wilayah.
b.      Klaim atas kepemilikan pulau.
c.       Kepemilikan wilayah strategis.
d.      Perebutan sumber-sumber ekonomi.
e.      Adanya intervensi terhadap kedaulatan Negara lain.
Cara Penyelesaian Sengketa Internasional di atas:
Penyelesaian sengketa internasional antara Indonesia dengan Malaysia dapat dilakuka secara damai yaitu dengan:
a.         Arbitrase, yaitu penyelesaian sengketa internasional dengan cara menyerahkannya kepada orang tertentu atau Arbitrator, yang dipilih secara bebas oleh mereka yang bersengketa, namun keputusannya harus sesuai dengan kepatutan dan keadilan ( ex aequo et bono).
b.         Penyelesaian Yudisial, adalah penyelesaian sengketa internasional melalui suatu pengadilan internasional dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum.
c.         Negosiasi, tidak seformal arbitrase dan Yudisial. Terlebih dahulu dilakukan konsultasi dan komunikasi agar negosiasi dapat berjalan semestinya.
d.         Jasa-jasa baik atau mediasi, yaitu cara penyelesaian sengketa internasional di mana Negara mediator bersahabat dengan para pihak yang bersengketa, dan membantu penyelesaian sengketanya secara damai. Contoh Dewan Keamanan PBB dalam penyelesaian konplik Indonesia Belanda tahu 1947. Dalam penyelesaina dengan Jasa baik pihak ketiga menawarkan penyelesaian, tapi dalam Penyelesaian secara Mediasi, pihak mediator berperan lebih aktif dan mengarahkan pihak yang bersengketa agar penyelesaian dapat tercapai.
e.         Konsiliasi, dalam arti luas adalah penyelesaian sengketa denga bantuan Negara-negara lain atau badan-badan penyelidik dan komite-komite penasehat yang tidak berpihak. Konsiliasi dalam arti sempit, adalah suatu penyelesaian sengketa internasional melalui komisi atau komite dengan membuat laporan atau ussul penyelesaian kepada pihak sengketa dan tidak mengikat.
f.          Penyelidikan, adalah biasanya dipakai dalam perselisihan batas wilayah suatu Negara dengan menggunakan fakta-fakta untuk memperlancar perundingan.
Penyelesian PBB, Didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945 sebagai pengganti dari LBB (liga Bangsa-Bangsa), tujuan PBB adalah menyelesaikan sengketa internasional secara damai dan menghindari ancaman perang.
g.      Rujuk yaitu penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh panitia penyelidik secara kekeluargaan.


Mekanisme Persidangan Mahkamah Internasional
a.      Penyerahan Perjanjian Khusus (Natification of Special Agreement).
Demikianlah pada tanggal 31 Mei 1997 bertempat di Kuala Lumpur, Menteri Luar Negeri Ali Alatas dan Menteri Luar Negeri Malaysia Datuk Abdullah Ahmad Badawi, atas nama pemerintahnya masing-masing menandatangani Persetujuan Khusus (Special Agreement) untuk mengajukan sengketa tersebut ke Mahkamah Internasional.

Pokok-pokok kesepakatan yang dimuat dalam Persetujuan Khusus tersebut adalah :

Meminta dan memberikan kewenangan kepada Mahkamah Internasional untuk menentukan status kepemilikan atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan berdasarkan semua bukti yang ada.
Memberikan kewenangan kepada Mahkamah Internasional untuk menguji keabsahan tuntutan masing-masing negara berdasarkan sumber-sumber hukum internasional yang berlaku sesuai Pasal 38 Statuta Mahkamah.
Penyampaian naskah Special Agreement ke Mahkamah Internasional akan dilakukan kedua pihak bersamaan melalui Joint Notification, setelah masing-masing pihak meratifikasi dan menukarkan naskah ratifikasinya.
Special Agreement tersebut diratifikasi oleh Malaysia pada tanggal 19 November 1997 dan oleh Indonesia dengan Keppres tanggal 29 Desember 1997 dan mulai berlaku tanggal 14 Mei 1998. Selanjutnya kasus Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan diajukan ke Mahkamah Internasional sesuai Pasal 40 ayat 1 Statuta Mahkamah melalui notifikasi bersama dan yang diterima oleh Panitera tanggal 2 November 1998.

Pembelaan Tertulis (Written Pleadings).

Dalam Argumentasi Tertulis dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu penyampaian dasar dari klaim yang disebut sebagai Memorial . Atas Memorial yang disampaikan, masing-masing negara diberi kesempatan untuk menjawab dalam bentuk Counter Memorial. Counter Memorial yang disampaikan oleh masing-masing negara kemudian dijawab kembali dalam bentuk Reply. Indonesia dan Malaysia menyampaikan Memorial mereka pada bulan November 1999. Selanjutnya kedua negara menyampaikan Counter Memorial pada bulan Agustus 2000. Atas Counter Memorial yang disampaikan oleh masing-masing negara, masing-masing telah menanggapinya dalam Reply yang disampaikan ke  Mahkamah Internasional pada bulan Maret 2001. Pada bulan Juni 2002, para pihak diberi kesempatan untuk menyampaikan Argumentasi Lisan mereka.

Indonesia dalam argumentasi hukumnya berdasarkan kepemilikannya atas kedua pulau berdasarkan Pasal 4 Konvensi 1891 antara Belanda dan Inggris (atau yang disebut sebagai “Conventional Title”). Indonesia berpendapat bahwa Konvensi 1891 merupakan perjanjian yang menyelesaikan ketidakjelasan batas-batas wilayah antara Inggris dan Belanda di Kalimantan. Dalam hubungan ini Indonesia menafsirkan bahwa garis 4 10’ tersebut tidak hanya berhenti pada bagian timur Pulau Sebatik, tetapi terus berlanjut ke arah laut sebelah timur pulau tersebut. Dengan demikian, pulau-pulau Sipadan dan Ligitan yang berada di bagian selatan garis tersebut merupakan wilayah Hindia Belanda. Pandangan Indonesia ini didukung oleh kenyataan bahwa konsesi minyak yang diberikan oleh kedua pihak secara jelas menghormati garis 4 10’. Selain itu kunjungan Kapal Perusak Lynx (milik Belanda) ke pulau Sipadan pada tahun 1921 menunjukkan adanya kontrol yang efektif pihak pemerintah Hindia Belanda atas kedua pulau.
 Malaysia dalam argumentasinya menyatakan bahwa garis 4 10’ tersebut berhenti pada bagian timur Pulau Sebatik, karena perjanjian 1891 hanya bertujuan untuk mengatur batas wilayah daratan. Berkaitan dengan kepemilikannya atas kedua pulau, Malaysia menitikberatkan pada dua alur pemikiran (atau yang disebut sebagai “Chain of Title”), sebagai berikut :
Kedaulatan atas kedua pulau diperoleh dari serangkaian transaksi yang dimulai dari grant Sultan Sulu kepada British North Borneo Company (BNBC) tahun 1878, pengakuan Spanyol atas kedaulatan Inggris di Borneo melalui Perjanjian 1885, dan pertukaran Nota antara Amerika Serikat (AS) dengan Inggris tahun 1907 mengenai pengakuan AS atas pengelolaan pulau-pulau yang sedang dipermasalahkan (termasuk Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan) yang berada dalam administrasi BNBC meskipun kedaulatannya masih tetap berada di bawah AS. Malaysia juga merujuk pada Perjanjian AS-Inggris tahun 1930 tentang penyerahan kedaulatan AS kepada Inggris atas pulau-pulau di selatan dan barat garis batas antara Filipina dengan Borneo, dan penyerahan kedaulatan Inggris kepada Malaysia tahun 1963 melalui prinsip suksesi negara.
Kedaulatan atas kedua pulau diperoleh dari fakta bahwa Inggris kemudian Malaysia sejak tahun 1878 secara damai dan terus-menerus telah mengadministrasikan kedua pulau itu. Di pihak lain, Belanda dan kemudian Indonesia tidak pernah melakukan klaim atas kedua pulau sampai tahun 1969. Argumentasi Malaysia tersebut dikenal dengan istilah effectivities

Presentasi Pembelaan (Oral Pleadings)
Setelah proses argumentasi tertulis (Written Pleading) selesai, penyelesaian kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan memasuki tahap akhir, yaitu penyampaian Lisan dan Oral Hearing.
Kedua Agent dari masing-masing pihak yang bersengketa menyampaikan presentasi berupa sikap dan posisinya, terutama yang mengandung sikap politis dan penekanan yuridis. Walaupun sebenarnya argumentasi yang bersifat yuridis juga disampaikan oleh kedua pihak yang bersengketa di tahapan Written Pleading.
Malaysia menyampaikan argumen lisannya tanggal 6 Juni 2002 dan Indonesia tanggal 12 Juni 2002. Masing-masing pihak diberi hak menjawab argumentasi lawannya. Pada pelaksanaan Oral Hearing tanggal 12 Juni 2002, delegasi Indonesia yang diketuai Menteri Luar Negeri RI, dalam kedudukannya sebagai Agent. Oral Hearing pihak Indonesia merupakan pernyataan terakhir posisi Indonesia di Mahkamah mengenai masalah sengketa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan oleh Menteri Luar Negeri RI yang berfungsi sebagai Agent yang dilanjutkan dengan presentasi oleh para pakar hukum internasional yang membantu tim Indonesia.

Keputusan Mahkamah (Judgement)

Setelah para hakim anggota mempelajari dan mendiskusikan semua argumentasi hukum yang disampaikan oleh pihak-pihak yang bersengketa (Indonesia dan Malaysia), maka sesuai prosedur Mahkamah Internasional, pada tanggal 17 Desember 2002 Ketua Mahkamah Internasional membacakan keputusannya dan menetapkan bahwa Indonesia dan Malaysia kurang memiliki dasar hukum yang kuat untuk membuktikan bahwa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan merupakan bagian dari wilayah Indonesia maupun Malaysia. Karena Mahkamah telah diminta kedua pihak yang bersengketa, maka Mahkamah Internasional memutuskan bahwa Malaysia berdasarkan pertimbangan “effectivities” memiliki kedaulatan penuh atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan melalui perbandingan voting suara 16 hakim mendukung dan seorang hakim menolak.